Oleh : Ahmad Fikri Nabil, Unhasy
"... apabila dengan sengaja menghindari pajak adalah suatu perbuatan yang diancam pidana..."
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan
pengujian Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
diajukan oleh PT Hutahaean.
"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata
Ketua Majelis Hakim, Akil Mochtar, saat membacakan amar putusan di
Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangannya, MK menilai, apabila wajib pajak melalui
cara-cara hukum, seperti instrumen keberatan pajak atau dengan cara-cara
lain berusaha menghindari atau menunda-nunda pembayaran pajak dan hal
semacam itu tanpa adanya sanksi, justru akan menghilangkan hakikat pajak
sebagai kewajiban atau pungutan oleh negara yang bersifat memaksa.
Selain
itu, MK berpendapat, hal tersebut dan akan sangat merugikan negara atau
pemerintah yang memikul kewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
"Mengingat eratnya kaitan antara pajak dengan kepentingan umum,
dan kepentingan masyarakat, maka apabila dengan sengaja menghindari
pajak adalah suatu perbuatan yang diancam pidana, bukan sekadar diancam
membayar sejumlah uang," kata Hakim Konstitusi, Anwar Usman, saat
membacakan pertimbangannya.
Anwar mengatakan, mahkamah sependapat dengan ahli hukum Bagir Manan
bahwa fungsi denda yang diatur dalam Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27
ayat (5d) UU 28/2007, antara lain untuk membatasi wajib pajak melalui
instrumen keberatan atas penetapan pajak dapat menyembunyikan motif
menunda-nunda, bahkan mungkin menghindari membayar pajak.
MK juga mengungkapkan bahwa pajak sangat penting bagi pembiayaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yaitu mempunyai fungsi
budgetoir yang semakin tahun semakin meningkat prosentase sumbangannya.
"Terganggunya pajak dapat menyebabkan penyediaan dana untuk kebutuhan negara terganggu pula," katanya.
Selain
itu, ia mengemukakan, "Dalam perpajakan, pemberian insentif pajak
dengan memberikan keringanan pembayaran adalah hal yang biasa. Demikian
pula halnya pengenaan denda pajak sebagai upaya untuk menjamin
kelancaran pemasukan pajak."
PT Hutahaean menguji Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) UU
28/2007 karena telah membatasi seorang wajib pajak yang mempunyai
sengketa pajak dikenakan sanksi administrasi berupa membayar denda
sebelum mengajukan gugatan keberatan.
Pemohon menilai aturan tersebut secara nyata merugikannya berupa
potensi kewajiban untuk membayar sejumlah uang sebagai sanksi, selain
dari kewajiban pajak yang seharusnya dibayarkan, atau ketakutan dalam
melakukan upaya hukum berupa pengajuan keberatan dan banding karena
adanya potensi ancaman sanksi.
Bunyi lengkap Pasal 25 ayat (9): "Dalam hal keberatan Wajib Pajak
ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50 persen dari jumlah Pajak
berdasarkan Keputusan Keberatan dikurangi dengan Pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan".
Sedangkan, Pasal 27 ayat (5d): "Dalam hal permohonan banding
ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100 persen dari jumlah Pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan Pembayaran Pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan."
Sumber ; http://www.antaranews.com/berita/392885/mk-tolak-pengujian-uu-tata-cara-perpajakan